BAB II
MUSYARAKAH
A.
Pengertian Secara Bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang
berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain
sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab
berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan
(masdar/kata dasar); ertinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar)
Menurut erti asli bahasa arab, syirkah bererti mencampurkan dua bahagian atau
lebih sehingga tidak boleh dibezakan lagi satu bahagian dengan bahagian
lainnya, (An-Nabhani)
B.
Pengertian Secara Fiqih
Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad
antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan
memperoleh keuntungan. (An-Nabhani)
C.
Bentuk Musyarakah
Landasan Syariah
Akad syirkah ini mendapatkan landasan syariahnya dari
al-Qur’an, hadis dan ijma’.
1.
Dari al-Qur’an
” Maka mereka berserikat dalam sepertiga” Q.S. An-Nisa’ :
12. Ayat ini sebenarnya tidak memberikan landasan syariah bagi semua jenis
syirkah, ia hanya memberikan landasan kepada syirkah jabariyyah ( yaitu
perkongsian beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka
sama-sama mewarisi harta pusaka).
” Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”. Q.S. Shod: 24. Ayat ini
mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dalam berdagang
dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat al-Qur’an ini jelas
menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah-risalah yang
terdahulu dan telah dipraktekkan.
2.
Dari Sunnah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW
bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga
dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak mengkhianati
yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku
keluar dari perkongsian itu”. H. R. Abu Dawud dan al-Hakim. Arti hadis ini
adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua orang yang berkongsi dalam
kepengawasanNya, penjagaanNya dan bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan
dalam kemitraan ini dan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika
keduanya atau salah satu dari keduanya telah berkhianat, maka Allah
meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga
perniagaan itu merugi. Di samping itu masih banyak hadis yang lain yang
menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah ini sementara
Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Rasulullah telah memebrikan ketetapan kepada mereka.
3.
Ijma’
Kaum Muslimin telah sepakat dari dulu bahwa syirkah
diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda pandangan dalam hukum jenis-jenis
syirkah yang banyak variasinya itu.
D. Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith
nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah
sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara
ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku
adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak
mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya.
(Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahawa Aba
Manhal pernah mengatakan , “aku dan rakan kongsiku telah membeli sesuatu dengan
cara tunai dan hutang.” Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin azib. Kami lalu
bertanya kepadanya. Dia menjawab, “ Aku dan rakan kongsiku, Zaiq bin Arqam,
telah mengadakan perkongsian. Kemudian kami bertanya kepada nabi s.a.w tentang
tindakan kami. Baginda menjawab: “barang yang (diperoleh) dengan cara tunai
silalah kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara hutang, silalah kalian
bayar” Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah
dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari
Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah memperkerjakan
penduduk khaibar(penduduk Yahudi) dengan mendapat bahagian dari hasil tuaian
buah dan tanaman”
E. Rukun Syirkah
Rukun syirkah yang asas ada 3 perkara iaitu:
a.
akad (ijab-kabul) juga disebut sighah
b.
dua pihak yang berakad (‘aqidani), mesti
memiliki kecekapan melakukan pengelolaan harta
c.
objek aqad (mahal) juga disebut ma’qud
alaihi, sama dan modal atau pekerjaan
Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah objek tersebut
boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada empat
jenis syirkah yang syari’e iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh. (
Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab Maliki hanya 3 jenis
syirkah yang sah iaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah. Menurut mazhab
syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah iaitu inan dan
mudharabah. Mazhab hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah
iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
Ada pun perkongsian boleh samada berkongsi hak milik (syirkatul amlak)
atau/dan perkongsian aqad Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem
Ekonomi Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang
syari’e sama seperti pandangan mazhab hanafi dan zaidiah.
F. Jenis-jenis musyarakah:
1. Syirkah mufawadah Yaitu kerja sama atau
percampuran dana antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang sama.
Syirkah mufawadah mengahruskan :
a.
Keidentikan penyertaan modal dari setiap anggota
b.
Setiap anggota menjadi wakil atau kafil (guarantor) bagi partner
lainnya. Untuk keaktifan semua anggota dalam pengelolaan usaha
yang wajib.
c.
Pembagian keuntungan dan kerugian berdasarkan atas besarnya
modal masing-masing Karena ketatnya syarat-syarat bentuk syirkah ini, mufawadah
hanya dapat diterapkan dalam keenam produk usaha diatas kalau semua pihak aktif
langsung dalam pengelolaan dan menyertakan dana rasio yang sama
2. Syirkah Al-‘Inan Yaitu kerja sama
atau percampuran dana anatara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang tidak
mesti sama. Syirkah ‘inan atau limited company mempunyai karakter sebagai
berikut:
a.
Besarnya modal anggota
tidak harus sama
b.
Masih setiap anggota
mempunyai hak untuk aktif dalam pengelolaan usaha, ia juga dapat menggugurkan haknya.
c.
Pembagian keuntungan dapat didasarkan atas persentase modal
masing-masing, tetapi dapat pula atas dasar negosiasi. Hal ini diperkenankan
karena adanya kemungkinan tambahan kerja, atau penanggung resiko dari salah
satu pihak.
d.
Kerugian dan keuntungan sesuai dengan porsi modal. Jadi, syirkah
inan merupakan bentuk perkongsian yang paling banyak diterapkan dalam dunia
bisnis, hal ini karena sifatnya fleksible. Contoh syirkah ‘Inan : PT. Bank,
Koperasi, leasing, join venture, equity participation, special investment,
descreasing participation dan letter of kredit.
3. Syirkah wujuh Yaitu kerja sama atau
percampuran antara pihak pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki
kredibilitas ataupun kepercayaan. Syirkah wujuh dinamakan demikian karena
syirkah ini hanya mengandalkan wujuh (wibawah dan nama baik) para anggota,
pembagian untung rugi dilakukan secara negosiasi diantara para anggota. Sesuai
dengan pengertian diatas, syirkah wujuh dapat diterapkan dalam:
a.
suatu kelompok nasabah yang terbentuk dalam suatu perkongsian
dan mendapat kepercayaan dari Bank untuk suatu proyek tertentu. Dalam kredit
ini pihak debitur tidak menyediakan kolateal atau apapun kecuali wujuh mereka.
b.
Suatu perkongsian antara para pedagan yang membeli dengan kredit
dan menjual dengan tunai
4.
Syirkah ‘abdan Yaitu kerja sama atau
percampuran tenaga atau profesionalisme antara dua pihak atau lebih (kerja sama
profesi). Contoh perkongsian ini antara lain: - beberapa penjahit yang membuka
toko jahit mengerjakan pesanan secara bersama - perkongsian antara insinyur
listrik, tukang kayu, piƱata taman, toko bangunan dalam suatu kontrak
pembangunan rumah.
5. Syirkah Al-Mudharabah Yaitu kerja sama
atu percampuran dana antara pihak pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki
profesionalisme atau tenaga. Dasar Al-Qur’an tentang Mudahrabah: Al Muzammil:
20.
“Sesungguhnya Tuhanmu
mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam,
atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa
yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu
orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan
Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman
yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al-Jumu’ah:10.
“Apabila telah ditunaikan
shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Al-Baqarah:198
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia
(rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari
‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam[125]. dan berdzikirlah
(dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat.
G. Produk Pembiayaan Musyarakah dan Resikonya Produk
produk pembiayaan
musyarakah dan resikonya Produk Pembiayaan Musyarakah Dan Risiko-Risikonya NPM
91205003 Penulis ISWIYANTI, Agus Sri Pembimbing Budihardjo Suhondo, Drs., MM
Tahun Sidang 2007 Call Number 332.1 Isw p Subyek Abstraksi Agus Sri Iswiyanti,
91205003 Produk Pembiayaan Musyarakah Dan Risiko-Risikonya Tesis, Jurusan
Perbankan, Universitas Gunadarma, 2007 Kata Kunci : Pembiayaan Musyarakah, Bank
Syariah ( xiii + 119 halaman) Bank syariah yaitu bank yang beroperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah Islam yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan
yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist. Bank syariah beroperasi berdasarkan
prinsip bagi hasil, adapun pembiayaan dengan prinsip bagi hasil terdiri dari
musyarakah dan mudharabah. Penulis lebih tertarik pada pembiayaan musyarakah
dan risikorisikonya berdasarkan kasus-kasus yang terjadi pada bank syariah
khususnya Bank Syariah Mandiri. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dengan jelas produk pembiayaan musyarakah, risiko-risikonya dan
memberikan jalan keluar dalam mengatasi risiko pada produk pembiayaan
musyarakah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan
analisis deskripsi yang memaparkan tentang produk pembiayaan musyarakah dan
membahas risiko-risiko yang dihadapi dalam pemberian pembiayaan musyarakah.
Data yang diteliti pada penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari Indikator Perkembangan Industri Perbankan Syariah (2000 – 2005),
Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah, dan Komposisi Penggunaan dan Sumber
Dana Perbankan Syariah. Adapun teknik pengumpulan data dalam penyusunan tesis
ini yaitu penelitian kepustakaan (studi pustaka) dan penelitian lapangan
(wawancara dengan orang-orang yang bekerja langsung pada Bank Syariah Mandiri
Thamrin guna mengetahui kegiatan pemberian pembiayaan musyarakah di lapangan
dan kendala-kendala yang dihadapi dan cara mengatasi kendala tersebut). iv Dari
hasil penelitian yang telah penulis laksanakan dapat disimpulkan bahwa
musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Adapun risiko-risiko yang akan dihadapi oleh bank syariah yaitu
assymmetric information (bank tidak mengetahui informasi yang sebenarnya
mengenai perputaran pembiayaan yang diberikan dan besarnya laba yang dihasilkan
dari pembiayaan tersebut) dan moral hazard (adanya penyimpanganpenyimpangan
atas pembiayaan yang nasabah terima serta pemberian informasi yang salah kepada
bank mengenai usaha yang dijalankan sehingga menguntungkan musyarik dan
merugikan bank). Hal ini dapat diatasi dengan jalan menentukan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh nasabah / musyarik sebagai mitra usaha bank
syariah. Daftar Pustaka (1983 – 2007)