Kamis, 29 November 2012

Al-Syuf'ah


A.      Pengertian Al-Syuf’ah
Al-syuf’ah menurut bahasa artinya al-dham, at-taqwiyah dan al-I’anah.sedangkan menurut istilah, para ulama menafsirkan al-syuf’ah sebagai berikut.
1.         Menurut Syaikh Ibrahim al-Bajuri bahwa yang dimaksud dengan al-syuf’ah ialah :
“Hak memiliki sesuatu secara paksa ditetapkan untuk syarik terdahulu atas syarik yang baru disebabkan adanya syirkah dengan penggantian (i’wadh) yang dimilikinya, disyariatkan untuk mencegah kemudharatan.”
2.         Menurut Sayyid abiq, al-syuf’ah ialah pemilika benda-benda syuf’ah oleh syafi’i sebagai pengganti dan pembeli denan membayar harga brang kepada pemiliknya sesuai dengan nilai yang biasa dibayar oleh pembeli lain.
3.         Menurut Idris ahmad. Al-syuf’ah ialah hak yang tetap secara paksa bagi syarikat lama atas syarikat barudengan jalan ganti kerugian pada benda yang menjadi milik bersama.
Setelah diketahui ta’rif-tar’rif yang dikkemukakan oleh para ulama beserta contohnya, kiranya dapat dipahami bahwa al-syuf’ah ialah pemilikan oleh seorang syar’riq dan dua orang atau pihak yang berserikat dengan paksaan terhadap benda syirkah.
B.       Rukun dan Syarat Syuf’ah
Rukun-rukun dan syarat-syarat syuf’ah adalah sebagai berikut :
1.         Masyfu”, benda-benda yang dijadikan barang al-syuf’ah.
Berikut ini syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh benda-benda yang dijadikan syuf’ah.
a.    Barang yang disyuf’ahkan berbentuk barang tetap (“Uqar), seperti) tanah, rumah, dan hal-hal yang berkaitan dengan keduanya seperti tanaman, bangunan, pintu-pintu, pagar, atap rumah, dan semua yang termasuk dalam penjualan pada saat dilepas.
2.         Syafi yaitu orang yang akan mengambil atau menerima Syuf’ah.
Syarat-syaratnya ialah sebagai berikut :
a.    Orang yang membeli secara syuf’ah adalah partner dalam benda atau barang tersebut. Perpartneran mereka lebuh dahuku terjalin sebelum penjualan, tidak adanya perbedaan batasan diantara keduanya sehingga benda itu menjadi milik mereka berdua secara bersamaan.
b.   Syarat yang kedua adalah bahwa Syafi’i meminta dengan segera.
Maksudnya, Syafi’i jika telah mengetahui penjualan, ia wajib meminta dengan segera jika hal itu memungkinkan. Jika ia telah mengetahuinya,kemudian memperlambat permintaan tanpa adanya uzur, maka haknya gugus.alasanya ialah jika syafi’i memperlambat permintaannya niscaya hal ini berbahaya buat pembeli,karena pemilikannya terhadap barang yang dibeli tidak mantap (labil) dan tidak memungkinkan ia bertindak untuk membangunnya karena takut tersia-sianya usaha dan takut di-syuf’ah.

Jika Syafi’i tidak ada atau belum mengetahui penjualan atau tidak mengetahui bahwa memperlambat dapat menggurkan syuf’ah, dalam keadaan seperti ini haknya tidak gugur. Salah satu riwayat dari Abu Hanifah bahwa permintaa tidak wajib dengan segera setelah mengetahui, karena syafi’i memerlukan pertimbangan dalam persoalan ini, maka ia berhak khiar seperti khiar dalam jual beli.
c.       Syafi’i memberikan kepada pembeli sejumlah harga yang telah ditentukan ketika akad, kemudiaan Syufi”i mengambil syuf’ah harga yang sama jika jual beli itu mitslian atau dengan suatu nilai jika dihargakan.
Madzhab Naliki dan Madzhab Hanbali berendapat bahwa apabila harga di tangguhkan semuanya atau sebagiannya, maka syafi’i boleh menangguhkannya atau membayarnya secara kredit sesuai dengan ketentuan yang disepakati ketika akad, dengan syarat behwa Syafi’i adalah orang kaya atau ada penanggungnya yang kaya. Jika tidak demikian, ia wajib membayar ketika itu juga (kontan) untuk menjga kemaslahatan pembeli.
Al-Syafi’i dan penganut Madzah Hanbali berpendapat nahwa Syafi’i boleh memilih : jika pembayaran disegerakan, maka syuf’ah pun disegerakan, jika tidak, maka terlambat sampai waktu tertentu.
d.      Syafi’i mengambil seluruh barang.
Maksudnya, jika syafi’i meminta untuk mengambil sebagian, maka semua haknya gugur. Apabila syuf’ah terjadi antara dua Syafi’i atau lebih, sebagian Syafi’i melepaskannya, maka Syafi’i yang lain harus menerima semuanya. Hal ini dimaksudkan agar benda syuf’ah tidak terpiah-pilah atas pembeli.
3.         Masyfu’ min hu, yaitu orang yang mengambil syuf’ah.
Disyaratkan pada masyfu ‘min hu bahwa ia memiliki benda telebiih dahulu secara syarikat, contohnya ialah Umar menjual dan Rahmat memiliki sebuah rumah secara syarikat. Umar menjual miliknya kepada Zakaria, waktu khiarnya hingga tanggal 20 januari 1992. Kemudian Rahmat menjual pula haknya kepada Fatimah. Maka zakaria dapat melakukan tindakan Syuf’ah pada Fatimah.

C.      Pewarisan Syuf’ah
Malik, penduduk Hijaz, dan syafi’i nberpendapat bahwa syuf’ah dapat diwariskan dan tidak batal karena adanya kematian.
Jikaseseorang berhak memperoleh syuf’ah, kemudian meninggal dunia dan dia dalam keadaan tidak atau belum mengetahui atau ia tahu tetapi meninggal sebelum dapat melakukan pengambilan, maka haknya beralih kepada para ahli waris. Alasannya ialah bahwa syuf’ah diqiyaskan kepada irts.
Menurut Imam Ahmad syuf’ah tidak dapat diwariskan, kecuali jika mayat menuntutnya. Sedangkan menurut Madzhab Hanbali, syuf’ah tidak dapat diwariskan dan tidak dapat dijual sekalipun mayit menuntut syuf’ah, kecuali jikahakim telah memutuskannya dan kemdian ia meninggal dunia.
D.      Tindakan Pembeli
Tindakan pembeli terhadap harta sebagia Syafi’i menerima syuf’ah dinyatakan sah karena ia bertindak terhdap miliknya. Jika suatu ketika pembeli menjualnya lagi kepada orang lain, syafi’i berhak melakukan syuf’ah terhadap salah satu dari dua penjualan.
Jika pembeli harta mengibahkannya, mewakafkannya, menyedekahkannya atau yang sejenisnya, Syafi’i kehilangan hak syuf’ahnyasebab pemilikan barang tersebut tanpa ganti.
Tindakan pembeli yang telah didahului oleh tindakan syuf’ah oleh Syafi’i adalah bathil sebab Syafi’i telah melaksanakan haknya dan ada kemungkinanpembeli bermaksud mempermainkan hak Syafi’i.
Apabila seseoran berdamai dalam masalah syuf;ah aatau menjalnya dari pembeli, menurut al-syafi’i perbuatan tersebut dinyatakan bathal dan menggugurkan hak syuf’ahnya serta berkewajiban mengembalikan benda-benda yang telah diambil. Menurt Imam Hanafi, Maliki dan Hanbali perbuatan itu sah dan dia berhak memiliki apa yang telah dia usahakan untuk dia miliki dari pembeli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BANK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN Hal paling umum yang manjadi salah satu penggerak ekonomi konvensional adalah riba atau interest . Suku bunga ...