A.
Pengertian Al-Syuf’ah
Al-syuf’ah menurut bahasa artinya al-dham, at-taqwiyah
dan al-I’anah.sedangkan menurut istilah, para ulama menafsirkan al-syuf’ah
sebagai berikut.
1.
Menurut Syaikh
Ibrahim al-Bajuri bahwa yang dimaksud dengan al-syuf’ah ialah :
“Hak memiliki sesuatu secara paksa ditetapkan untuk
syarik terdahulu atas syarik yang baru disebabkan adanya syirkah dengan
penggantian (i’wadh) yang dimilikinya, disyariatkan untuk mencegah kemudharatan.”
2.
Menurut Sayyid
abiq, al-syuf’ah ialah pemilika benda-benda syuf’ah oleh syafi’i sebagai
pengganti dan pembeli denan membayar harga brang kepada pemiliknya sesuai
dengan nilai yang biasa dibayar oleh pembeli lain.
3.
Menurut Idris
ahmad. Al-syuf’ah ialah hak yang tetap secara paksa bagi syarikat lama atas
syarikat barudengan jalan ganti kerugian pada benda yang menjadi milik bersama.
Setelah diketahui ta’rif-tar’rif yang dikkemukakan oleh
para ulama beserta contohnya, kiranya dapat dipahami bahwa al-syuf’ah ialah
pemilikan oleh seorang syar’riq dan dua orang atau pihak yang berserikat dengan
paksaan terhadap benda syirkah.
B.
Rukun dan Syarat Syuf’ah
Rukun-rukun dan syarat-syarat syuf’ah adalah sebagai
berikut :
1.
Masyfu”,
benda-benda yang dijadikan barang al-syuf’ah.
Berikut ini
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh benda-benda yang dijadikan syuf’ah.
a.
Barang yang
disyuf’ahkan berbentuk barang tetap (“Uqar), seperti) tanah, rumah, dan hal-hal
yang berkaitan dengan keduanya seperti tanaman, bangunan, pintu-pintu, pagar,
atap rumah, dan semua yang termasuk dalam penjualan pada saat dilepas.
2.
Syafi yaitu orang
yang akan mengambil atau menerima Syuf’ah.
Syarat-syaratnya
ialah sebagai berikut :
a.
Orang yang membeli
secara syuf’ah adalah partner dalam benda atau barang tersebut. Perpartneran
mereka lebuh dahuku terjalin sebelum penjualan, tidak adanya perbedaan batasan
diantara keduanya sehingga benda itu menjadi milik mereka berdua secara bersamaan.
b.
Syarat yang kedua
adalah bahwa Syafi’i meminta dengan segera.
Maksudnya, Syafi’i
jika telah mengetahui penjualan, ia wajib meminta dengan segera jika hal itu
memungkinkan. Jika ia telah mengetahuinya,kemudian memperlambat permintaan
tanpa adanya uzur, maka haknya gugus.alasanya ialah jika syafi’i memperlambat
permintaannya niscaya hal ini berbahaya buat pembeli,karena pemilikannya
terhadap barang yang dibeli tidak mantap (labil) dan tidak memungkinkan ia
bertindak untuk membangunnya karena takut tersia-sianya usaha dan takut
di-syuf’ah.
Jika Syafi’i tidak
ada atau belum mengetahui penjualan atau tidak mengetahui bahwa memperlambat
dapat menggurkan syuf’ah, dalam keadaan seperti ini haknya tidak gugur. Salah
satu riwayat dari Abu Hanifah bahwa permintaa tidak wajib dengan segera setelah
mengetahui, karena syafi’i memerlukan pertimbangan dalam persoalan ini, maka ia
berhak khiar seperti khiar dalam jual beli.
c.
Syafi’i memberikan
kepada pembeli sejumlah harga yang telah ditentukan ketika akad, kemudiaan
Syufi”i mengambil syuf’ah harga yang sama jika jual beli itu mitslian atau
dengan suatu nilai jika dihargakan.
Madzhab Naliki dan
Madzhab Hanbali berendapat bahwa apabila harga di tangguhkan semuanya atau
sebagiannya, maka syafi’i boleh menangguhkannya atau membayarnya secara kredit
sesuai dengan ketentuan yang disepakati ketika akad, dengan syarat behwa
Syafi’i adalah orang kaya atau ada penanggungnya yang kaya. Jika tidak
demikian, ia wajib membayar ketika itu juga (kontan) untuk menjga kemaslahatan
pembeli.
Al-Syafi’i dan
penganut Madzah Hanbali berpendapat nahwa Syafi’i boleh memilih : jika
pembayaran disegerakan, maka syuf’ah pun disegerakan, jika tidak, maka
terlambat sampai waktu tertentu.
d.
Syafi’i mengambil
seluruh barang.
Maksudnya, jika
syafi’i meminta untuk mengambil sebagian, maka semua haknya gugur. Apabila
syuf’ah terjadi antara dua Syafi’i atau lebih, sebagian Syafi’i melepaskannya,
maka Syafi’i yang lain harus menerima semuanya. Hal ini dimaksudkan agar benda
syuf’ah tidak terpiah-pilah atas pembeli.
3.
Masyfu’ min hu,
yaitu orang yang mengambil syuf’ah.
Disyaratkan pada
masyfu ‘min hu bahwa ia memiliki benda telebiih dahulu secara syarikat,
contohnya ialah Umar menjual dan Rahmat memiliki sebuah rumah secara syarikat.
Umar menjual miliknya kepada Zakaria, waktu khiarnya hingga tanggal 20 januari
1992. Kemudian Rahmat menjual pula haknya kepada Fatimah. Maka zakaria dapat
melakukan tindakan Syuf’ah pada Fatimah.
C.
Pewarisan Syuf’ah
Malik, penduduk Hijaz, dan syafi’i nberpendapat bahwa
syuf’ah dapat diwariskan dan tidak batal karena adanya kematian.
Jikaseseorang berhak memperoleh syuf’ah, kemudian
meninggal dunia dan dia dalam keadaan tidak atau belum mengetahui atau ia tahu
tetapi meninggal sebelum dapat melakukan pengambilan, maka haknya beralih
kepada para ahli waris. Alasannya ialah bahwa syuf’ah diqiyaskan kepada irts.
Menurut Imam Ahmad syuf’ah tidak dapat diwariskan,
kecuali jika mayat menuntutnya. Sedangkan menurut Madzhab Hanbali, syuf’ah
tidak dapat diwariskan dan tidak dapat dijual sekalipun mayit menuntut syuf’ah,
kecuali jikahakim telah memutuskannya dan kemdian ia meninggal dunia.
D.
Tindakan Pembeli
Tindakan pembeli terhadap harta sebagia Syafi’i menerima
syuf’ah dinyatakan sah karena ia bertindak terhdap miliknya. Jika suatu ketika
pembeli menjualnya lagi kepada orang lain, syafi’i berhak melakukan syuf’ah
terhadap salah satu dari dua penjualan.
Jika pembeli harta mengibahkannya, mewakafkannya,
menyedekahkannya atau yang sejenisnya, Syafi’i kehilangan hak syuf’ahnyasebab
pemilikan barang tersebut tanpa ganti.
Tindakan pembeli yang telah didahului oleh tindakan
syuf’ah oleh Syafi’i adalah bathil sebab Syafi’i telah melaksanakan haknya dan
ada kemungkinanpembeli bermaksud mempermainkan hak Syafi’i.
Apabila seseoran berdamai dalam masalah syuf;ah aatau
menjalnya dari pembeli, menurut al-syafi’i perbuatan tersebut dinyatakan bathal
dan menggugurkan hak syuf’ahnya serta berkewajiban mengembalikan benda-benda
yang telah diambil. Menurt Imam Hanafi, Maliki dan Hanbali perbuatan itu sah
dan dia berhak memiliki apa yang telah dia usahakan untuk dia miliki dari
pembeli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar